Perokok Aktif Lebih Rentan Tingkatkan Risiko Terinfeksi COVID-19
Rsalirsyadsurabaya.co.id – Ancaman virus korona (COVID-19) telah terbukti dengan bertambahnya pasien positif setiap harinya. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menegaskan bahwa perokok aktif lebih berisiko terinfeksi virus ini, sehingga sangat menyarankan para perokok untuk berhenti merokok.
Dokter Agus Dwi Susanto memaparkan, ada empat alasan yang membuat kebiasaan merokok dapat membuat seseorang rentan terinfeksi virus korona jenis baru ini, antara lain:
Gangguan Sistem Imunitas Saluran Napas
Menurut dr. Agus, mengenai sistem imunitas, ada dua hal utama yang perlu diketahui, yakni gangguan silia dan pengaruh ke sel imunitas tubuh. Silia ini lebih berkaitan dengan mekanisme menyaring kotoran udara yang dihirup. Di sisi lain, kebiasaan merokok akan melemahkan fungsi silia dengan semestinya.
“Pergerakan silia menurun sampai 50 persen hanya dengan dua sampai tiga kali hisapan asap rokok. Akibatnya, eliminasi bahan berbahaya di saluran napas menurun,” terangnya.
Sedangkan, lanjutnya, perngaruh ke sel imunitas dapat terjadi ketika gangguan fungsi silia, akan timbul banyak dahak lalu kuman akan menempati dahak sehingga timbul infeksi.
Agus kemudian membandingkan foto thorax pasien COVID-19 yang perokok (laki-laki) dan non-perokok (perempuan). Perbedaan jelas terlihat pada warna hitam yang menunjukkan ruang udara. Pada pasien COVID-19 perokok, warna hitam hanya sedikit, sedangkan warna putih yang menunjukkan infeksi lebih banyak atau luas.
“Severe infection ini ditemukan pada pasien COVID-19 perokok,” jelasnya.
Peningkatan Regulasi Reseptor ACE2
Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2), seperti dikutip dari laman Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada adalah enzim yang menempel pada permukaan luar (membran) sel-sel beberapa organ seperti, paru-paru, arteri, jantung, ginjal, dan usus.
Pada kasus SARS, peneliti menemukan virus SARS-Cov masuk ke dalam sel inang dengan cara berikatan dengan ACE2. Sedangkan pada kasus COVID-19, protein spike (paku-paku yang menancap pada permukaan virus) virus COVID-19 76,5 persen sama dengan sekuen asam amino SARS-Cov dan protein spike mereka benar-benar sama. Dalam artian, kedua virus corona ini punya cara yang sama saat menginfeksi sel inangnya.
“Kita ketahui reseptor ACE2 merupakan tempat masuk SARS-Cov-2 (virus korona), risiko COVID-19 pun meningkat,” tutur Agus dikutip CNN, (5/5).
Agus memberikan contoh mengenai riset yang ada di Kanada. Dalam riset tersebut ditemukan pasien perokok atau dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) memiliki ACE2 lebih tinggi pada saluran napas bawah. Tak hanya pada rokok konvensional, ini pun berlaku pada varian rokok lain seperti shisha dan vape.
Menurutnya, vaping lebih berisiko meningkatkan infeksi karena menekan sistem imunitas. Pemakaian shisha secara bergantian pun bisa menularkan virus ke orang lain. Bagian alat shisha misalnya selang dan botol berisiko jadi sarang virus karena jarang dibersihkan.
“Shisha, selain terkait sistem imunitas, penularan virus juga jadi lebih mudah. Pipa kan dipakai bergantian, pipa bekas orang lain (yang bisa saja membawa virus),” ungkapnya.
Meningkatkan Komorbid
Komorbid atau penyakit penyerta dapat diderita oleh orang yang merokok. Pasien dengan riwayat komorbid dapat dengan mudah terinfeksi COVID-19. Menurut Agus, berdasarkan data pasien COVID-19 di RSUP Persahabatan, sebanyak 63 persen pasien memiliki komorbid.
Bahkan, lanjutnya, pasien COVID-19 yang memiliki penyakit penyerta komorbid dapat mengalami infeksi yang lebih berat atau memiliki risiko kematian yang tinggi.
Kebiasaan Memegang Mulut
Perokok akan sering menyentuh mulut ketika merokok, hal itu karena aktivitas membakar dan menghisap rokok. Belum tentu tangan yang menyentuh mulut dalam kondisi bersih, dan bisa jadi terkontaminasi dengan virus korona yang berasal dari permukaan.
Agus menekankan, bahwa mulut menjadi medan transmisi virus. Berbeda dengan perokok pasif (secondhand smoker), infeksi virus tidak mereka dapat dari aktivitas menyentuh mulut. Namun perokok pasif pun juga dibayang-bayangi risiko infeksi meski lebih kecil daripada perokok aktif.
Dengan demikian, dalam kondisi yang sulit diprediksi kali ini, akan lebih baik bila menghindari berbagai hal yang menyebabkan tingkatan risiko terinfeksi menjadi meningkat, terutama merokok.
“Saat ini adalah waktu yang tepat untuk berhenti merokok,” tutupnya. (Gth)