Perhatikan Kebutuhan Nutrisi Pada Anak, Jangan Makan Itu-Itu Saja

Beberapa anak terkadang hanya suka makan yang itu-itu saja. Pola makan yang seperti ini tentu memiliki pengaruh yang kurang sehat. Jika dituruti, bisa berpengaruh pada kurangnya kebutuhan nutrisi pada anak.

Dilansir dari kompas, memilih-milih makanan pada anak sering terjadi saat usia prasekolah atau balita. Di usia-usia ini, anak mengalami perkembangan psikis lebih mandiri, dapat berinteraksi dengan lingkungannya, dan lebih mudah mengekspresikan emosinya. Sifat-sifat yang terbentuk ini dapat mempengaruhi pola makan pada anak.

Angka kejadian masalah kesulitan makan pada anak masih cukup tinggi di beberapa negara. Data dari The Gateshead Millennium Baby Study pada tahun 2006 mengungkap di Inggris, 20 persen orangtua mengatakan anaknya mengalami kesulitan makan, dan prevalensi tertinggi pada anak yang hanya mau makanan tertentu.

Pada penelitian yang dilakukan Sudibyo Supardi di National Institute of Health Research and Development terhadap anak prasekolah di Jakarta tahun 2015, menunjukkan hasil prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6 persen.

Kemudian, 44,5 persen di antaranya mengalami malnutrisi sedang, 79,2 persen dari subyek penelitian mengalami kesulitan makan lebih dari 3 bulan. Kelompok usia terbanyak mengalami kesulitan makan pada usia 1 hingga 5 tahun, dan sebanyak 43 persen anak mengalami gizi buruk.

Anak yang pemilih dalam makanan dapat menyebabkan kurangnya kebutuhan gizi harian anak. Jika ini terus berlanjut, risikonya selain gizi buruk, juga dapat menyebabkan stunting.

Di sisi lain, seperti dikutip dari situs yang sama, menurut Prof. Dr. Rini Sekartani, Sp.A, picky eater merupakan gangguan perilaku makan pada anak dan berhubungan dengan perkembangan psikologis tumbuh kembangnya. Ditandai dengan keenganan anak mencoba jenis makanan baru. Biasanya kondisi anak yang seperti ini disebabkan kurangnya variasi makanan pada anak.

“Anak tidak boleh memilih makanan yang disukai, suasana di rumah tidak menyenangkan, kurang perhatian orangtua, atau contoh kurang baik dari orangtua,” katanya.

Orangtua harus bersikap lebih tenang dan kreatif menangani anak yang seperti ini. Buatlah makanan atau bekalnya lebih variatif, agar anak tertarik untuk makan dan menghabiskannya.

Orangtua juga perlu memberi contoh pola makan yang sehat dan bervariasi sambil makan bersama. Melibatkan anak memasak, mulai dari proses belanja hingga memasaknya bisa mendorong kemauan anak untuk mencoba mencicipi makanannya.

“Kita harus kasih banyak sekali aneka ragam makanan, karena kadang-kadang banyang orangtua yang khawatir ada alergi pada anak, akhirnya ada kekhawatiran, padahal tidak semua anak memiliki alergi yang sama,” jelas Eka Herdiana, Corporate Nutritionist Nestle Indonesia, dikutip dari nakita.grid.id. (ipw)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp chat