Pengobatan Pasien Kanker Paru di Tengah Pandemi, Begini Saran Dokter

Rsalirsyadsurabaya.co.id –  Pandemi COVID-19 turut memengaruhi pengobatan pasien kanker paru. Namun, pasien kanker paru disarankan untuk tetap mengikuti prosedur rumah sakit dan rutin kontrol demi mengetahui perkembangan penyakit.

Dampak pandemi yang dirasakan pasien kanker paru salah satunya adalah butuh waktu lebih lama karena pasien harus menjalani skrining COVID-19 sebelum menjalani prosedur diagnosis dan pengobatan. Selain itu, adanya pembatasan atau penundaan layanan akibat keterbatasan sumber daya manusia atau sarana dan prasarana rumah sakit.

Sebagaimana dijelaskan Ketua Tim Kerja Onkologi Paru Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. dr. Elisna Syahruddin Ph.D, Sp.P(K), dalam konferensi pers daring Rabu (28/7), pasien kanker paru pun diimbau mencari informasi kepada dokter atau profesional bila merasakan gejala.

Terapi kepada para pasien kanker paru pun disarankan untuk tetap dilakukan dengan mengikuti saran dokter. Tetap laksanakan prosedur protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Rekomendasi PDPI mengenai tatalaksana keganasan rongga toraks dalam pandemi COVID-19 dijelaskan, prosedur diagnosis untuk kasus baru tidak boleh ditunda. Termasuk radioterapi untuk kasus dengan kegawatan respirasi. Melainkan, semua dilaksanakan dengan mengaplikasikan prinsip keamanan dengan protokol kesehatan yang sesuai dengan kondisi di tengah pandemi.

Untuk pasien kanker paru stadium awal yang masih bisa dibedah, prosesnya harus disegerakan. Sebab, selagi masih bisa dilakukan, bedah adalah terapi terbaik. Selain itu, kemoterapi lini pertama bisa diberikan dengan menggunakan rejimen tiga mingguan.

Sementara untuk pasien yang terkena COVID-19, prosedur dapat ditunda dulu sampai sembuh dan memenuhi syarat kemoterapi. Kemudian, jarak kunjungan ke rumah sakit pun diperpanjang untuk menghindari atau mengurangi kontak Orang Dalam Pantauan (ODP).

Berdasarkan data Global Cancer Statistic (Globocan) 2020, jumlah kasus baru kanker paru di Indonesia meningkat 8,8 persen menjadi 34.783 kasus atau menempati peringkat ketiga. Sementara itu, jumlah kematian akibat kanker paru meningkat 13,2 persen menjadi 30.843 jiwa atau menempati peringkat pertama. Hal itu disebabkan oleh karena sebagian besar pasien terdiagnosa pada stadium lanjut.

Dia menjelaskan, diagnosis dan pengobatan yang tepat waktu merupakan faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan kanker paru. Masyarakat perlu menghindari faktor risiko kanker paru dan mengetahui gejala kanker paru, sehingga apabila merasakan beberapa gejala tersebut, perlu segera melakukan konsultasi kepada dokter agar bisa terdiagnosa lebih cepat.

Lebih dari itu, pasien yang sudah terdiagnosa, harus mendapatkan terapi sesuai dengan kondisinya karena kanker paru berkembang dengan cepat. Masa pandemi tidak menyebabkan pasien harus berhenti melakukan pemantauan, terlebih melanjutkan terapi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi risiko seseorang terkena kanker paru. Faktor yang tidak dapat dikontrol di antaranya pertambahan umur, jenis kelamin, dan riwayat kanker dalam keluarga atau genetik. Ada pula faktor yang bisa dikontrol, yakni paparan asap rokok baik itu perokok aktif atau pasif, polusi, paparan zat karsinogen dalam pekerjaan juga penyakit paru kronik. (nin)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp chat